JAM

Tuesday 17 March 2015

Kumpulan Novel Tahun 20 an



Novel Siti Nurbaya
Pengarang      : Marah Rusli
Penerbit          : Balai Pustaka
Tempat Terbit  : Jakarta
Tebal              : 271 halaman
Pelaku            : Siti Nurbaya, Samsulbahri, Datuk Maringgih, Baginda Sulaiman, dan  Sultan Mahmud.

Sinopsis

Seorang penghulu di Padang yang bernama Sutan Mahmudsyah dengan isterinya, Siti Mariam yang berasal dari orang kebanyakan mempunyai seorang anak tunggal laki-laki yang bernama Syamsul Bahri. Rumah Sutan Mahmudsyah dekat dengan rumah seorang saudagar bernama Baginda Sulaeman. Baginda Sulaeman yang mempunyai seorang anak perempuan tunggal bernama Siti Nurbaya. Mereka itu sangat karib sehingga seperti kakak dengan adik saja.
Pada suatu hari setelah pulang dari sekolah, Syamsul Bahri mengajak Siti Nurbaya ke gunung Padang bersama-sama dua orang temannya, yakni Zainularifin, anak seorang jaksa kepala di Padang yang bernama Zainularifin akan melanjutkan sekolahnya ke Sekolah Dokter Jawa di Jakarta. Sedang Bahtiar melanjutkan ke Sekolah Opzicther (KWS) di Jakarta pula. Syamsul Bahri pun akan melanjutkan ke Sekolah Dokter tersebut. Pada hari yang ditentukan, berangkatlah mereka bertamasya ke Gunung Padang. Di Gunung Padang itulah Syamsul Bahri menyatakan cintanya kepada Siti Nurbaya dan mendapat balasan. Sejak itulah mereka itu mengadakan perjanjian akan sehidup semati.

Pada suatu hari yang telah ditentukan, berangkatlah Syamsul Bahri melanjutkan sekolahnya ke Jakarta. Sekolahnya menjadi satu dengan Zainularifin.
Di Padang ada seorang orang kaya bernama Datuk Maringgih. Ia selalu berbuat kejahatan secara halus sehingga tidak diketahui orang lain. Kekayaannya itu didapatnya dengan cara tidak halal. Untuk itu ia mempunyai banyak kaki tangan, antara lain ialah Pendekar Tiga, Pendekar empat, dan Pendekar Lima.
Melihat kekayaan Baginda Sulaeman Datuk Maringgih merasa tidak senang, maka semua kekayaan Baginda Sulaeman diputuskan akan dilenyapkan. Dengan perantara kaki tangannya itu, dibakarlah tiga buah toko Baginda Sulaeman, perahu-perahunya yang penuh berisi muatan ditenggelamkannya.

Untuk memperbaiki perdagangannya itu, Baginda Sulaeman meminjam uang kepada Datuk Maringgih sebanyak sepuluh ribu rupiah, karena untuk mengembalikan uang pinjaman itu ia masih mempunyai pengharapan atas hasil kebun kelapanya. Tetapi alangkah terkejutnya ketika diketahuinya semua pohon kelapanya sudah tidak berbuah lagi. Kebun kelapanya itu oleh para kaki tangan Datuk Maringgih diberi obat-obatan, sehingga pohon kelapanya tidak ada yang berbuah sedikitpun. Disamping itu, karena hasutan kaki tangan Datuk Maringgih semua langganan yang telah berhutang kepada Baginda Sulaeman mengingkari hutangnya. Dengan demikian, tiba-tiba Baginda Sulaeman menjadi orang yang sangat melarat, sehingga ia tidak dapat membayar hutangnya yang sepuluh ribu rupiah itu. Barang-barangnya masih ada hanya kira-kira seharga tujuh ribu rupiah.Karena Baginda Sulaeman tak dapat membayar utangnya, maka Datuk Maringgih bermaksud hendak menyita barang-barang milik Baginda Sulaeman, kecuali jika Siti Nurbaya diserahkan kepadanya sebagai istrinya. Mula-mula Siti Nurbaya tidak sudi tetapi ketika melihat ayahnya digiring hendak dimasukkan penjara, maka secara terpaksalah ia mau menjadi istri Datuk Maringgih walaupun sebenarnya hatinya sangat benci padanya. Selanjutnya kejadian yang menimpa diri ayah dan dirinya sendiri itu segera diberitahukan oleh Siti Nurbaya kepada Syamsul Bahri di Jakarta.

Setelah setahun di Jakarta, menjelang bulan puasa, pulanglah Syamsul Bahri ke Padang. Setelah menjumpai orang tuanya semuanya sehat walafiat, pergilah ia ke rumah Baginda Sulaeman, setelah ia mendengar dari Ibunya bahwa Baginda Sulaeman sakit. Sesampainya ke tempat yang dituju, dijumpainya Baginda Sulaeman sedang terbaring karena sakit. Tak lama setelah kedatangan Syamsul Bahri itu, datanglah Siti Nurbaya karena ayahnya mengharapkan kedatangan. Maka berjumpalah Syamsul Bahri dengan Siti Nurbaya. Beberapa hari kemudian, bertemu pula Syamsul Bahri dengan Siti Nurbaya, pertemuan itu terjadi pada malam hari. Kedua asyik masyuk itu tidak mengetahui bahwa gerak-gerik mereka itu sedang diikuti oleh Datuk Maringgih beserta kaki tangannya. Karena tak tahan mereka itu menahan rindunya maka merekapun berciuman. Pada waktu itulah Datuk Maringgih mendapatkan mereka dan terjadilah percekcokan, karena mendengar kata-kata yang pedas dari Syamsul Bahri, maka Datuk Maringgih memukulkan tongkatnya sekeras-kerasnya kepada Syamsul Bahri. Tetapi karena Syamsul Bahri menghindarkan dirinya diambil menyeret Siti Nurbaya, maka pukulan datuk Maringgih tidak mengenai sasarannya. Akibatnya tersungkurlah Datuk Maringgih. Dengan segera Syamsul Bahri menendangnya, dan karena kesakitan, berteriaklah Datuk Maringgih minta tolong. Mendengar teriakan Datuk Maringgih itulah maka pada saat itu juga keluarlah Pendekar Lima dari persembunyiannya dengan bersenjatakan sebilah keris.

Melihat Pendekar Lima membawa keris itu, berteriaklah Siti Nurbaya sehingga teriakannya itu terdengar oleh para tetangga dan Baginda Sulaeman yang sedang sakit itu, karena disangkanya Siti Nurbaya mendapat kecelakaan maka bangkitlah Baginda Sulaeman dan segera ke tempat anaknya itu. Tetapi karena kurang hati-hati, terperosoklah ia jatuh, sehingga seketika itu juga Baginda Sulaeman meninggal. Ia dikebumikan di Gunung Padang.
Pada waktu Pendekar Lima hendak menikam Syamsul Bahri, menghindarlah Syamsul Bahri ke samping. Dan pada saat itu juga ia berhasil menyepak tangan Pendekar Lima, sehingga keris yang ada di tangannya terlepas. Sementara itu datanglah para tetangga yang mendengar teriakan Siti Nurbaya tadi. Melihat mereka datang, larilah Pendekar Lima menyelinap ke tempat yang gelap.
Di para tetangga yang datang itu, kelihatan pula Sutan Mahmud Syah yang hendak menyelesaikan peristiwa itu. Setelah ia mendengar penjelasan Datuk Maringgih tentang soal anaknya itu, maka Syamsul Bahri oleh Sutan Mahmud Syah tanpa dipikirkan masak-masak lebih dulu lagi. Pada malam hari itu juga secara diam-diam pergilah Syamsul Bahri ke Teluk Bayur untuk naik kapal pergi ke Jakarta. Pada pagi harinya ributlah Siti Mariam mencari anaknya. Setelah gagal mencarinya di sana-sini, maka dengan sedihnya, pergilah Siti Maryam ke rumah saudaranya di Padangpanjang. Di sana karena rasa kepedihannya itu, ia menjadi sakit-sakit saja.
Sejak kematian ayahnya, Siti Nurbaya menujukan kekerasan hatinya kepada Datuk Maringgih. Ia berani mengusir Datuk Maringgih dan tak mau mengakui suaminya lagi. Dengan rasa geram hati dan dendam pulanglah Datuk Maringgih ke rumahnya. Ia berusaha hendak membunuh Siti Nurbaya.

Setelah peristiwa pertengkaran dengan Datuk Maringgih itu Siti Nurbaya tinggal di rumah saudara sepupunya yang bernama Alimah. Di rumah itulah Siti Nurbaya mendapat petunjuk-petunjuk dan nasihat, antara lain ialah untuk menjaga keselamatan atas dirinya, Siti Nurbaya dinasihati oleh Alimah agar pergi saja ke Jakarta, berkumpul dengan Syamsul Bahri. Penunjuk dan nasihat Alimah sepenuhnya diterima oleh Siti Nurbaya dan diputuskannya, akan pergi ke Jakarta bersama Pak Ali yang telah berhenti ikut Sultan Mahmud Syah sejak pengusiaran diri atas Syamsul Bahri tersebut. Kepada Syamsul Bahri pun ia memberitahukan kedatangannya itu. Tetapi malang bagi Siti Nurbaya, karena percakapannya dengan Alimah tersebut dapat didengar oleh kaki tangan Datuk Maringgih yang memang sengaja memata-matainya.
Pada hari yang telah ditetapkan, berangkatlah Siti Nurbaya dengan Pak Ali ke Teluk Bayur untuk segera naik kapal menuju Jakarta. Mereka mengetahui bahwa perjalanan mereka diikuti oleh Pendekar Tiga dan Pendekar Lima. Setelah Siti Nurbaya dan Pak Ali naik ke kapal dan mencari tempat yang tersembunyi sekat Kapten kapal maka berkatalah Pendekar Lima kepada Pendekar Tiga, bahwa ia akan mengikuti perjalanan Siti Nurbaya ke Jakarta, sedang Pendekar Tiga disuruhnya pulang untuk memberitahukan peristiwa itu kepada Datuk Maringgih. Setelah itu Pendekar Lima pun naik ke kapal dan mencari tempat yang tersembunyi pula.
Pada suatu saat tatkala orang menjadi ribut akibat ombak yang sangat besar, pergilah Pendekar Lima mencari tempat Siti Nurbaya. Setelah ia mendapati Siti Nurbaya, iapun segera menyeret Siti Nurbaya hendak membuangnya ke laut. Melihat kejadian itu Pak Ali membelanya, tetapi iapun mendapat pukulan Pendekar Lima dan tak mampu melawannya karena Pendekar Lima jauh lebih kuat daripadanya. Siti Nurbaya pun berteriak sekuat-kuatnya sampai ia jatuh pingsan. Teriaknya itu terdengar oleh orang-orang yang ada dalam kapal, lebih-lebih Kapten kapal itu. Karena takut ketehuan akan perbuatannya itu, Pendekar Lima lari menyembunyikan dirinya. Siti Nurbaya akhirnya diangkut orang ke suatu kamar untuk dirawatnya.

Akhirnya kapal pun tiba di Jakarta. Di pelabuhan Tanjung Priok, Syamsul Bahri sudah gelisah menantikan kedatangan kapal yang ditumpangi oleh kekasihnya itu. Setelah kapal itu merapat ke darat, maka naiklah Syamsul Bahri ke kapal dan mencari Siti Nurbaya. Alangkah terkejutnya tatkala ia mendengar dari Kapten kapal dan Pak Ali tentang peristiwa yang terjadi atas diri Siti Nurbaya itu. Dengan diantar Kapten kapal dan Pak Ali, pergilah Syamsul Bahri ke kamar Siti Nurbaya dirawat. Disitu dijumpainya Siti Nurbaya yang masih dalam keadaan payah.
Pada saat itu tiba-tiba datanglah polisi mencari Siti Nurbaya. Setelah berjumpa dengan Kapten kapal dan Syamsul Bahri, diberitahukan kepada mereka itu bahwa kedatangannya mencari Siti Nurbaya itu ialah atas perintah atasannya yang telah mendapat telegram dari Padang, bahwa ada seorang wanita bernama Siti Nurbaya telah melarikan diri dengan membawa barang-barang berharga milik suaminya dan diharapkan agar orang itu di tahan dan dikirim kembali ke Padang. Mendengar itu mengertilah Syamsul Bahri bahwa hal itu tidak lain akal busuk Datuk Maringgih belaka. Ia pun minta kepada Polisi itu agar hal tersebut jangan diberitahukan dahulu kepada Siti Nurbaya, mengingat akan kesehatannya yang menghawatirakan itu. Ia meminta kepada yang berwajib agar kekasihnya itu dirawat dulu di Jakarta sampai sembuh sebelun kembali ke Padang. Permintaan Syamsul Bahri itu dikabulkan setelah Dokter yang memeriksanya menganggap akan perlunya perawatan atas diri Siti Nurbaya. Setelah Siti Nurbaya sembuh, barulah diberitahukan hal telegram itu kepada kekasihnya. Kabar itu diterima oleh Siri Nurbayadengan senang hati. Ia bermaksud kembali ke Padang untuk menyelesaikan masalah yang di dakwakan atas dirinya. Setelah permintaan Syamsul Bahri kepada yang berwajib agar perkara kekasihnya itu diperiksa di Jakarta saja tidak dikabulkan, maka pada hari yang ditentukan, berangkatlah Siti Nurbaya ke Padang dengan diantar oleh yang berwajib. Dalam pemeriksaan di Padang ternyata bahwa Siti Nurbaya tidak terbukti melakukan kejahatan seperti yang telah didakwakan atas dirinya itu. Karena itulah Siti Nurbaya di bebaskan dan disana ia tinggal di rumah Alimah

Pada suatu hari walaupun tidak disetujui Alimah, Siti Nurbaya membeli kue yang dijajakan oleh Pendekar Empat, kaki tangan Datuk Maringgih. Kue yang sengaja disediakan khusus untuk Siti Nurbaya itu telah diisi racun. Setelah penjaja kue itu pergi, Siti Nurbaya makan kue yang baru saja dibelinya. Setelah makan kue itu terasa oleh Siti Nurbaya kepalanya pening. Tak lama kemudian Siti Nurbaya meninggal secara mendadak itu, terkejutlah ibu Syamsul Bahri, yang pada waktu itu sedang menderita sakit keras, sehingga menyebabkan kematiannya. Kedua jenajah itu dikebumikan di Gunung Padang disamping makam Baginda Sulaeman.
Kabar kematian Siti Mariam dan Siti Nurbaya itu juga dikawatkan kepada Syamsul Bahri di Jakarta. Membaca telegram yang sangat menyedihkan itu, Syamsul Bahri memutuskan untuk bunuh diri. Sebelum hal itu dilakukannya ia menulis surat kepada guru dan kawan-kawannya, demikian pula kepada ayahnya di Padang, untuk minta dari berpisah untuk selama-lamanya. Kemudian dengan menyaku sebuah pistol, pergilah ia ke kantor pos bersama Zainularifin untuk memasukan surat. Kabar yang sangat menyedihkan itu dirahasiakan oleh Syamsul Bahri sehingga Zainularifin pun tidak mengetehuinya. Sesampainya ke kantor pos Syamsul Bahri minta berpisah dengan Zainularifin sengan alasan bahwa ia hendak pergi ke rumah seorang tuan yang telah dijanjikannya. Zainularifin memperkenankannya, tetapi dengan tak setahu Syamsul Bahri, ia menikuti gerak-gerik sahabatnya itu, karena mulai curiga akan maksud sahabatnya itu.
Pada suatu tempat di kegelapan, Syamsul Bahri berhenti dan mengeluarkan pistolnya dan kemudian menghadapkan ke kepalanya. Melihat itu Zainularifin segera mengejarnya sambil berteriak. Karena teriakan Zainularifin itu, peluru yang telah meletus itu tidak mengenai sasarannya. Akhirnya kabar tentang seorang murid Sekolah Dokter Jawa Di Jakarta yang berasal dari Padang telah bunuh diri itu tersiar kemana-mana melalui surat kabar. Kabar itu sampai di Padang dan di dengar oleh Sutan Mahmud dan Datuk Maringgih.

Karena perawatan yang baik, sembuhlah Syamsul Bahri, ia minta kepada yang berwajib agar berita mengenai dirinya yang masih hidup itu dirahasiakan setelah itu Syamsul Bahri berhenti sekolah. Karena ia menginginkan mati, ia pun menjadi serdadu (tentara). Ia dikirim kemana-mana antara lain ke Aceh untuk memadamkan kerusakan-kerusakan yang terjadi di sana. Karena keberaniannya, makan dalam waktu sepuluh tahun saja pangkat Syamsul Bahri dinaikan menjadi Letnan dengan nama Letnan Mas.
Pada suatu hari Letnan Mas bersama kawannya bernama Letnan Van Sta ditugasi memimpin anak buahnya memadamkan pemberontakkan mengenai masalah balasting (pajak). Sesampainya di Padang dan sebelum terjadi pertempuran, pergilah Letnan Mas ke makam ibu dan kekasihnya di Gunung Padang.

Dalam pertempuran dengan pemberontak itu, bertemulah Letnan Mas dengan Datuk Maringgih yang termasuk sebagai salah satu pemimpin pemberontak itu. Setelah bercekcok sebentar, maka ditembaklah Datuk Maringgih oleh Letnan Mas, sehingga menemui ajalnya. Tetapi sebelum meninggal Datuk Maringgih masih sempat membalasnya. Dengan ayunan pedangnya, kenalah kepala Letnan Mas yang menyebabkan ia rebah. Ia rebah di atas timbunan mayat, dan yang antara lain terdapat mayat Pendekar Empat dan Pendekar Lima. Kemudian Letnan Mas pun diangkut ke rumah sakit. Karena dirasakannya bahwa ia tak lama lagi hidup di dunia ini, maka Letnan Mas minta tolong kepada dokter yang merawatnya agar dipanggilkan penghulu di Padang yang bernama Sutan Mahmud Syah, karena dikatakannya ada masalah yang sangat penting. Setelah Sutan Mahmud Syah datang, maka Letnan Mas pun berkata kepadanya bahwa Syamsul Bahri masih hidup dan sekarang berada di Padang untuk memadamkan pemberontakan, tetapi kini ia sedang dirawat di rumah sakit karena luka-luka yang dideritanya. Dikatakannya pula kepadanya, bahwa Syamsul Bahri sekarang bernama Mas, yakni kebalikan dari kata Sam, dan berpangkat Letnan. Akhirnya disampaikan pula kepada Sutan Mahmud Syah, bahwa pesan anaknya kalau ia meninggal, ia minta di kebumikan di gunung Padang diantara makam Siti Nurbaya dan Siti Maryam. Setelah berkata itu, maka Letnan Mas meninggal.

Setelah hal itu ditanyakan oleh Sutan Mahmud Syah kepada dokter yang merawatnya, barulah Sutan Mahmud Syah mengetahui bahwa yang baru saja meninggal itu adalah anaknya sendiri, yakni Letnan Mas alias Syamsul Bahri. Kemudian dengan upacara kebesaran, baik pihak pemerintah maupun dari penduduk Padang, dinamakanlah jenazah Letnan Mas atau Syamsul Bahri itu diantara makam Siti Maryam dan Siti Nurbaya seperti yang dimintanya.
Sepeninggal Syamsul Bahri, karena sesal dan sedihnya maka meninggal pula Sutan Mahmud Syah beberapa hari kemudian. Jenazahnya dikebumikan didekat makam isterinya, yakni Siti Maryam. Dengan demikian di kuburan gunung Padang terdapat lima makam yang berjajar dan berderet, yakni makam Baginda Sulaeman, Siti Nurbaya, Syamsul Bahri, Siti Maryam dan Sutan Mahmud Syah.
Beberapa bulan kemudian berziarahlah Zainularifin dan Baktiar telah lulus dalam ujiannya sehingga masing-masing telah menjadi dokter san opzichter.

Analisis Unsur Intrinsik Novel Siti Nurbaya
1. Tokoh  dan Penokohan
  • Samsul Bahri sebagai pelaku utama (Tokoh Protagonis): anak Sultan Mahmud Syah (penghulu di Padang), wataknya: Orangnya pandai, tingkah lakuya sopan dan santun, halus budibahasanya, dapat dipercaya, gigih, penyayang, dan setiakawan.
  • Siti Nurbaya sebagai pelaku utama (Tokoh Protagonis): anak Bginda Sulaeman (saudagar kaya di Padang), wataknya: Lemah lembut, penyayang, tutur bahasanya halus, sopan dan santun, baik hati, setia kawan, patuh terhadap orang tua.
  • Datuk Maringgih sebagai pelaku utama (Tokoh Antagonis), laki-laki yang berwatak kikir, picik, penghasud, kejam, sombong, bengis, mata keranjang, penipu, dan selalu memaksakan kehendaknya sendiri.
  • Sultan Mahmud Syah sebagai pelaku tambahan (Toloh Protagonis), Ayahnya Samsul Bahri yang berwatak: Bijaksana, sopan, ramah, adil, penyayang.
  • Siti Maryam sebagai pelaku tambahan (Tokoh Protagonis), berwatak: Bijaksana, sopan, ramah, adil, penyayang.
  • Baiginda Sulaeman sebagai pelaku tambahan (Tokoh Protagonis), berwatak: Bijaksana,sopan, ramah, adil, penyayang.
  • Zainularifin sebagai pelaku tambahan (Tokoh Protagonis), temannya Samsul Bahri yang berwatak: Tingkah lakunya sopan dan santun, halus budi bahasanya, dapat dipercaya, gigih, penyayang, dan setiakawan.
  • Bakhtiar sebagai pelaku tambahan (Tokoh Protagonis), temannya Samsul Bahri yang berwatak: Tingkahlakunya sopan dan santun, halus budibahasanya, dapat dipercaya, gigih, penyayang, dan setiakawan.
  • Alimah sebagai pelaku tambahan (Tokoh Protagonis), saudaranya Siti Nurbaya, yang bewatak lemah lembut, santun setiakawan, bijaksana.
  • Pak Ali sebagai pelaku tambahan (Tokoh Protagonis).
  • Pendekar Tiga sebagai pelaku tambahan (Tokoh Antagonis)
  • Pendekar Empat sebagai pelaku tambahan (Tokoh Antagonis)
  • Penekar Lima sebagai pelaku tambahan (Tokoh Antagonis)
  • Dokter sebagai pelaku tambahan (Tokoh Protagonis)
2. Tema
Novel “ Siti Nurbaya” ini bertemakan sosial, moral, dan egois. Tema yang terkandung dalam novel ini yaitu; “Satu percintaan antara dua remaja yang tidak dapat berakhir dengan pernikahan karena penghianatan seseorang yang hanya mementingkan kekayaan dunia dan hawa nafsu.

3. Amanat
Amanat yang terkandung dalan novel “Siti Nurbaya” yaitu diantaranya adalah sebagai berikut :
  • Kita hendaknya jangan terlalu di kuasai oleh perasan dengan tidak mempergunakan pikiran yang sehat karena akan berakibat hilangnya keperibadian yang ada pada diri kita.
  • Jika hendak memutuskan sesuatu hendaklah pikirkan masak-masak lebih dulu agar kelak tidak menyesal.
  • Siapa yang berbuat jahat tentu akan mendapat balasan kelak sebagai akibat dari perbuatan itu.
4. Latar atau Seting
Latar atau Seting ini terdiri atas dua bagian yaitu : latar waktu dan latar tempat. Latar tempat dalam novel “Siti Nirbaya” diantaranya: di sekolah, di kota Padang,di kota Jakarta, di Kebun Kelapa, di rumah, di halaman rumah, di kantor pos. Latar waktu: sekitar tahun 1920-an.

5. Plot/Alur
Dari segi penysunan peristiwa atau bagian-bagian yang membentuk, cerita dari novel “Siti Nurbaya” menggunakan plot kronologis atau progresif, yang lebih dikenal dengan Alur Maju. Jadi cerita novel “Siti Nurbaya” ini ceritanya benar-benar dimulai dari eksposisi, komplikasi, klimaks, dan berakhir dengan pemecahan masalah. Pengarang menyajikan ceritanya secara terurut atau secara alamiah. Artinya urutan waktu yang urut dari peristiwa A,B,C,D dan seterusnya.

6. Sudut Pandang
Sudut pandang yag digunakan oleh pengarang movel “Siti Nurbaya” ini yaitu sudut pandang diaan-mahatahu. Pengarang berada di luar cerita hanya menjadi seorang pengamat yang maha tahu dan bahkan mampu berdialog langsung dengan pembaca.
7.  Gaya Penulisan

Gaya penulisan yang di gunakan masih menggunakan gaya bahasa dan sastra lama yang menggunakan ejaan tempo dulu, sehingga mengharuskan adanya pemahaman yang lebih dalam agar makna dalam novel tersebut dapat dipahami


















Novel Salah Pilih

Judul Novel    : Salah Pilih
Pengarang       : Nur Sutan Iskandar
Penerbit          : Balai Pustaka, Jakarta
Tahun Terbit   : 1928 cetakan pertama

Unsur Intrinsik Novel

1. Tema
Secara umum, tema dari novel yang berjudul Salah Pilih adalah Kesalahan Menentukan Pujaan Hati

2. Latar
a.    Latar Tempat    : Sebagian besar di daerah Minangkabau yaitu Maninjau, Sungaibatang, Bayur, dan Bukittinggi. Sebagian juga berada di Pulau Jawa
b.    Latar Waktu    : Siang hari
c.    Latar Suasana    : Mengharukan

3. Penokohan
a.    Asri memiliki watak patuh terhadap orang tua, penyayang, lapang dada, sabar, terpelajar, dan berbudi baik
b.    Asnah memiliki watak baik, berbudi luhur, ramah, sopan, lembut, pemaaf, patuh kepada orang tua, dam sedikit tertutup
c.    Mariati memiliki watak baik hati walau terkadang sikapnya ketus dan asam dan penyayang
d.    Sitti Maliah memiliki watak baik hati dan penyayang
e.    Saniah (Istri Asri) memiliki watak pandai berpura-pura, angkuh, bicaranya kasar, dan suka menyindir
f.    Rusiah (Kakak Saniah) memiliki watak sabar, berbudi baik, dan lembut
g.    Rangkayo Saleah (Ibu Saniah) memiliki watak angkuh, sombong, dan tinggi hati
h.    Dt. Indomo (Ayah Saniah) memiliki watak baik hati, penakut, dan kurang tegas
i.    Kaharuddin (Kakak Saniah) memiliki watak rendah hati dan tidak sombong
j.    Mariah memiliki watak baik hati dan penyayang
k.    Dt. Bendahara memiliki watak teguh pendirian tetapi egois

4. Alur
Novel tersebut disusun dengan alur maju karena jalinan cerita disusun dari awal sampai akhir.

5. Amanat
    Berpikirlah dengan bijak dan jangan mengambil keputusan secara tergesa-gesa agar tidak menjadi orang yang menyesal di kemudian hari.

6. Sudut Pandang
Novel ini menggunakan sudut pandang orang ketiga karena menggunakan nama orang.

7. Gaya Bahasa
Novel ini sebagian besar menggunakan Bahasa Melayu dan terdapat sebagian kata yang tidak dipahami dalam Bahasa Indonesia, serta novel ini terdapat beberapa pribahasa.



Sinopsis Novel Salah Pilih

    Di sebuah daerah di Minangkabau, tinggallah sebuah keluarga. Dalam keluarga tersebut terdapat seorang ibu, saudara perempuannya ibu, dan seorang anak perempuan. Anak perempuan itu bernama Asnah, ia adalah anak angkat dari Mariati. Asnah adalah seorang gadis yang cantik, baik, sopan, lembut, serta taat dan patuh terhadap Mariati meskipun Mariati hanyalah ibu angkatnya. Kebaikan hati Asnah itu pulalah yang membuat Mariati teramat sayang kepadanya, sehingga Asnah dapat menjadi obat dalam setiap sakit dan penghibur dikala susahnya.
   
Setiap kali perlu sesuatu, Mariati lebih senang dilayani oleh Asnah daripada oleh Sitti Maliah, maka Sitti Maliah kadang-kadang merasa iri terhadap Asnah karena tak jarang Mariati lebih membutuhkan Asnah dibanding dirinya. Walaupun demikian, Sitti Maliah tetap senang dan sayang terhadap Asnah karena memang perangai gadis tersebut benar-benar baiknya.
   
Selain Asnah, Mariati juga mempunyai seorang anak laki-laki bernama Asri. Asri sama pula sayangnya terhadap Asnah sebagaimana dia menyayangi adik kandungnya. Namun karena Asri sedang bersekolah di Jakarta, jadi dia tidak dapat selalu bertemu dengan Asnah untuk sekedar berbagi cerita.
Namun seiring berjalannya waktu, berubah pula perasaan Asnah terhadap Asri. Semula perasaannya terhadap Asri hanyalah sebatas perasaan sayang terhadap seorang saudara, namun demikian perasaan itu terus mengalir hingga menumbuhkan benih-benih cinta di hati Asnah. Walau demikian, Asnah tidak ingin Asri mengetahui perasaan dirinya. Sebisa mungkin dia bersikap biasa manakala Asri pulang.
Hingga tiba saat Asri tamat dari sekolahnya, dan Mariati menyuruh Asri tinggal dan bekerja di kampung halamannya saja karena ia merasa ia sudah demikian tua dan sakit-sakitan maka ia tak ingin jauh-jauh dari anak laki-lakinya itu. Sebenarnya keinginan Mariati tadi sangat bertentangan dengan keinginan hati Asri, karena ia sangat ingin meneruskan sekolahnya ke sekolah tingkat SMA dan melanjutkannya ke sekolah kedokteran, namun sebagai seorang anak yang berbakti kepada ibunya, akhirnya ia mengikuti keinginan ibunya tersebut. Hingga suatu saat merasa bahwa Asri sudah cukup umur bahkan bisa dibilang sudah matang untuk menikah.
   
Asri menyetujui apa saja keinginan ibunya tersebut, hanya saja dia masih bingung dalam mencari calon istri untuk dirinya. Asnah begitu kaget manakala ia mendengar bahwa Asri akan segera menikah, hanya karena adat istiadat yang berlaku saat itu maka dirasa tidak pantas mereka menikah karena dianggap masih sepesukuan yang berasal dari satu kaum. Lalu dipilih-pilihlah wanita di negerinya yang belum menikah. Akhirnya Asri menemukan seorang gadis yang dirasa cocok untuk menjadi pendampingnya kelak, gadis itu adalah Saniah. Keinginan melamar Saniah bukanlah tanpa alasan, Asri lebih dahulu tertarik kepada kakak Saniah, yaitu Rusiah. Rusiah adalah seorang perempuan yang baik hatinya dan lembut perangainya. Namun ketika Asri bersekolah di Bukittinggi, ternyata Rusiah dikawinkan dengan seorang laki-laki bernama Sutan Sinaro. Jadi, Asri memutuskan untuk meminang Saniah karena dirasa Saniah pun tak jauh beda dengan kakaknya, baik rupa ataupun perengainya.
Sampai suatu saat Asri bersama-sama ibunya memutuskan untuk bertamu ke rumah keluarga Saniah. Keluarga itu adalah keluarga orang terpandang, keluarga seorang bangsawan, kaya, dan terpelajar. Walaupun ibu gadis tersebut memiliki perangai yang kaku dan cenderung angkuh, namun Asri yakin bahwa Saniah tentunya berperangai lain dengan ibunya.
Lalu tak beberapa lama Asri memutuskan memilih Saniah sebagai calon istrinya. Mereka berdua melaksanakan acara pertunangan terlebih dahulu. Saat pertunangan, Saniah benar-benar menampakkan perangai yang sangat baik, ia pun hormat terhadap seluruh keluarga Asri. Perangai demikian itu membuat Asri semakin yakin dengan pilihannya itu. Tak lama, dilangsungkanlah upacara perkawinan Asri dengan Saniah yang sangat meriah.
Setelah menikah, mereka berdua lalu pindah ke Rumah Gedang milik keluarga Asri. Dari situlah diketahui bahwa Saniah tidaklah seelok yang dia perlihatkan saat sebelum menikah. Saniah begitu memandang rendah terhadap Asnah hanya karena Asnah adalah seorang anak angkat. Dia merasa bahwa tidak sepatutnya Asnah disejajarkan dengan dirinya yang berasal dari kaum terpandang. Ternyata perangai Saniah begitu angkuhnya, berbeda dengan yang dia perlihatkan sebelum menikah dahulu. Saniah begitu sering berkata menyindir, bersikap bengis, bahkan mencaci maki yang begitu menyakitkan hati Asnah. Bahkan terhadap mertuanya pun, Saniah bersikap kurang sopan. Namun Asnah adalah seorang gadis yang tegar dan sabar serta mempunyai hati lapang, dia tidak pernah membalas perlakuan buruk dari iparnya itu.
Tak lama setelah menikah, adat buruk Saniah semakin menjadi. Bahkan sekarang dia berani melawan terhadap suaminya, kerap kali ia juga berkata-kata kasar terhadap suaminya. Sehingga dapat dilihat bahwa adat Saniah tak jauh bedanya dengan ibunya, Rangkayo Saleah. Hingga membuat kesabaran Asri kian berkurang dan akhirnya Asri membiarkan Saniah pulang ke rumah orang tuanya manakala saat itu Sidi Sutan datang menjemput. Yang semula bermaksud Saniah dan Asri, namun karena pertengkaran itu, jadilah Saniah pulang sendiri.
Hingga suatu hari Rangkayo Saleah mendapat kabar bahwa anak laki-lakinya, Kaharuddin akan menikah dengan seorang perempuan anak seorang saudagar batik di Kota Padang, tak tertahankan lagilah amarahnya. Dianggapnya oleh Rangkayo Saleah bahwa Kaharuddin akan menikah dengan seorang perempuan yang tak tentu asal-usulnya. Sementara Dt. Indomo merasa tidak setuju dengan pendapat istrinya itu, ia setuju saja anaknya menikah dengan siapapun asal perempuan yang disukainya itu terpelajar, sehat, orang baik-baik, dan sopan santun. Kaya, miskin, bangsawan, berbeda negeri, dan sebagainya tidaklah dipandang sebagai alasan.
   
Namun Rangkayo Saleah tetap teguh pada pendiriannya untuk tidak menyetujui pernikahan Kaharuddin. Akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke Padang mendatangi Kaharuddin. Kebetulan saat itu Saniah berada di rumahnya setelah Sidi Sutan menjemputnya dari Rumah Gedang. Maka diajaknyalah Saniah pergi ke Kota Padang. Di tengah jalan kendaraan yang mereka tumpangi sempat berhenti. Lalu sejenak Saniah memandang negeri yang ia tinggalkan. Namun entah mengapa, begitu banyak yang ia ingat saat memandang Rumah Gedang yang nampak jelas terlihat dikejauhan. Tiba-tiba ia teringat akan suaminya, yang begitu sayang terhadapnya, maka teringatlah ia bahwa ia telah durhaka terhadap suaminya teringat akan dosa-dosa yang ia perbuat terhadap orang-orang disekitarnya termasuk pada Asnah. Lama benar ia memandang, seakan-akan ia akan pergi jauh. Kemudian mereka melanjutkan perjalanannya. Dan Rangkayo Saleah meminta supir agar memacu kendaraannya lebih cepat agar mereka bisa lebih cepat sampai di tujuan. Sang sopir pun begitu senang ketika Rangkayo Saleah menyuruhnya untuk memacu kendaraannya dengan cepat. Karena baginya inilah saatnya untuk memperlihatkan keahliannya dalam mengendalikan mobil, walaupun jalanan berkelok tajam, juga tebingnya yang begitu curam.
Akhirnya, peristiwa yang sangat tidak di harapkan pun terjadi. Sang sopir kehilangan kendalinya, dan mobil yang dikendalikannya itu jatuh terbalik dan masuk ke dalam sungai yang kering airnya. Rangkayo Saleah meninggal di tempat kejadian, sementara Saniah yang kelihatannya masih bernafas segera diselamatkan orang-orang dan dibawa ke rumah sakit. Namun karena kecelakaan yang dialaminya begitu parah, akhirnya Saniah pun meninggal dunia setelah sempat bertemu dan meminta maaf kepada suaminya
Setelah beberapa lama Saniah meninggal, begitu banyak lamaran yang datang kepada Asri. Namun dia tak ingin salah pilih lagi. Dan ia memutuskan kalaupun ia hendak menikah lagi, ia hanya ingin menikah dengan orang yang sudah sangat dikenal oleh dirinya dan dapat menjadi kawan yang selalu ada dalam susah, sedih, senang, dan gembira yaitu Asnah. Ia tak ingin salah pilih lagi karena ia yakin bahwa Asnahlah satu-satunya perempuan terbaik bagi dirinya. Namun saat itu Asnah tinggal bersama Mariah, saudara perempuan Mariati yang tinggal di Bayur. Jadilah Asri mendatanginya sekalian minta izin kepada Mariah untuk menikahi Asnah.
   
Para penghulu adat dan masyarakat pun sangat kaget mendengar keputusan Asri, karena walau bagaimanapun Asri dan Asnah sudah dianggap sebagai saudara sepesukuan. Walaupun Asri tidak setuju pada pendapat orang-orang, karena baginya Asnah hanyalah saudara angkat yang dibesarkan bersama-sama dengannya dan tidak ada ikatan darah dengannya.
Namun pikiran orang-orang berlainan dengannya. Dan adat pun mengatakan bahwa jika ada saudara sepesukuan yang melangsungkan perkawinan, maka mereka tidak akan diakui lagi sebagai warga Minangkabau. Dan Asri, daripada ia harus mengikuti adat yang bertentangan dengan hati nuraninya dan harus kehilangan orang yang dicintainya, ia pun memutuskan untuk membawa Asnah pergi meninggalkan Minangkabau. Dan ia pun rela melepaskan pekerjaannya sebagai seorang Sutan Bendahara. Mereka memutuskan untuk pergi ke Jawa.
   
Awalnya, kehidupan mereka disana tidak begitu berkecukupan. Mereka pun banyak dijauhi oleh orang-orang sekampung mereka yang kebetulan sama-sama berniaga di Jawa. Namun karena usaha keras dan kesabaran hati mereka, akhirnya Asri mendapatkan pekerjaan yang layak. Dan yang terpenting, Asri mendapat kebahagiaan bersama Asnah.
Selang beberapa lama, Asri dan Asnah mendapatkan surat dari para penghulu negeri  untuk segera pulang ke kampung halamannya. Karena penduduk kampung sadar telah kehilangan orang pintar yang mempunyai cita-cita yang besar untuk kemajuan negerinya. Seiring perkembangan zaman, pengetahuan penduduk pun sudah terbuka lebar dan mereka lebih bisa menanggapi sesuatu hal dengan cara yang masuk akal.
Akhirnya, Asri dan Asnah pulang kembali ke kampung halamannya. Mereka disambut dengan suka cita oleh para penduduk disana. Asri diberikan kedudukan sebagai Engku Sutan Bendahara. Mereka sangat dihormati oleh penduduk dan hidup bahagia selamanya.

Adat dan Kebiasaan dalam Novel 20 – 30an
1.      Jika sedarah dilarang menikah, karena Asri dan Asnah sudah tinggal bersama maka penduduk desa menganggap bahwa mereka adalah sedarah sebenarnya tidak, tidak ada ikatan darah apapun. Karena merasa tidak bersalah mereka akhirnya menikah dan mereka harus keluar dari Minangkabau.
2.      Harta dan kedudukan, Rangkayo Saleah tidak menyetujui pernikahan anaknya karena mengira Kaharuddin menikah dengan wanita yang tak tentu asal usulnya sebenarnya wanita tersebut adalah anak saudagar batik.
Etika Moral

1.      Anak yang berbakti terhadap orang tuanya, meskipun Asri ingin melanjutkan sekolah sampai menjadi dokter namun, karena ibunya memintanya untuk pulang ke kampung halamannya dan bekerja di kampung. Akhirnya Asri menuruti keinginan ibunya

2.      Kita harus tegar menghadapi cobaan, sikap Asnah yang sabar dan tulus mencintai Asri membuahkan hasil yang manis walaupun ia harus menghadapi berbagai cacian dari Saniah. Berkat keteguhan dan kesabaran hati Asnah dalam mencintai Asri membawa kebahagiaan di akhir cerita.
3.      Kita harus bekerja keras, awal kepindahannya di Jawa, Asri dan Asnah dijauhi oleh orang-orang yang sama-sama berniaga di Jawa. Karena kerja keras mereka, akhirnya mereka dapat memajukan usahanya.
4.      Bertanggung jawab, Asri tidak berniat sedikit pun untuk menceraikan Saniah meskipun Saniah bukanlah jodoh yang terbaik



















NOVEL “HARIMAU HARIMAU”
KARYA MOCTHAR LUBIS
A.  SINOPSIS
         Telah seminggu Haji Rakhmat (Pak Haji), Wak Katok, Sutan, Talib, Sanip, Buyung, Pak Balam berada di hutan mengumpulkan damar, tidak jauh dari pondok Wak Hitam. Mereka bertujuh disenangi dan dihormati orang-orang kampung karena mereka dikenalsebagai orang-orang sopan, mau bergaul, mau bergotong royong, dan taat dalam agama. Semua anak-anak muda itu adalah murid pencak Wak Katok. Mereka juga belajar ilmu sihir dan gaib padanya. Dan anggota rombongan yang ketujuh dan terakhir ialah Pak Bayam yang sebaya dengan Wak Katok. Orangnya pendiam dan kurus namun ia masih kuat untuk bekerja. Mereka bertujuh paling disenangi dan dihormati oleh orang-orang kampung karena mereka dikenal sebagai orang-orang sopan, mau bergaul, mau bergotong royong, dan taat dalam agama. Mereka semua sudah berkeluarga terkecuali Buyung.
         Wak Katok mempunyai sebuah senapan yang paling ampuh di dalam kelompok tersebut. Senapan ini tidak jarang dipinjamkan kepada Buyung karena tahu bahwa ia sangat senang dan bahkan pandai menggunakan senapan.Karena mempunyai senapan itu, mereka sering berburu rusa dan babi. Babi ini sering masuk ke rumah Wak Hitam. Karena itu pula terjadi perkenalan dengan Wak Hitam, bahkan mereka sering memgimap di pondok Wak Hitam ini. Wak Hitam adalah seorang laki -laki yang berusia 70 tahun. Orangnya kurus, berkulit hitam, menyukai celana dan baju hitam. Ia senang tinggal berbulan-bulan di hutan atau di ladangnya bersama Siti Rubiyah, istri keempatnya yang cantik dan masih muda belia. Wak Hitam pandai menggunakan sihir dan memiliki ilmu gaib. Orang-orang percaya bahwa Wak Hitam senang tinggal di hutan karena ia memelihara jin, setan, iblis, dan harimau jadi-jadian.
         Ada pula yang mengatakan bahwa Wak Hitam mempunyai anak buah bekas pemberontak yang menjadi perampok dan penyamim yamg tinggal di hutan. Di samping itu ada pula yang mengatakan bahwa Wak Hitam mempunyai tambang yang dirahasiakannya di dekat ladangnya. Mereka bertujuh sampai di pondok Wak Hitam sebelum malam tiba. Dengan gembira mereka menyantap masakan Rubiyah karena selama di hutan mereka belum pernah menikmati masakan yang enak. Buyung si rombongan anggota termuda dan satu-satunya yang masih bujangan, tergila-gila akan kecantikan Rubiyah. Dalam hatinya, ia membandingkan kelebihan Rubiyah dan Zaitun tunangannya di kampung.
        Pada suatu hari mereka melihat hal-hal yang aneh ketika Wak Hitam sakit. Banyak orang yang berpakaian serba hitam datang ke pondok dan menyerahkan bungkusan rahasia kepada Wak Hitam. Mereka juga menjumpai seorang tukang cerita dan juru ramal di pondok tersebut. Berbagai ramalan disampaikan peramal itu tentang jalan hidup Buyung, Sutan, Talib, dan Sanip.
Rubiyah  menceritakan kalau dirinya juga jatuh ke tangan Wak Hitam dan penderitaan yang ditanggungnya. Buyung merasa tekah jatuh cinta dan merasa wajib melindungi menyelamatkan Rubiyah dari tangan Wak Hitam. Hati dan perasaan keduanya terpadu dan membeku. Setelah Buyung kembali ke tempat rombongan bermalam di hutan ia merasa bimbang dan menyesal telah berbuat dosa. Ia ingin membebaskan Rubiyah dengan menjadikannya sebagai istrinya.  Namun ia masih mencintai Zaitun.
        Paginya mereka pergi berburu ke tempat kumpulan rusa yang sekaligus juga kumpulan harimau. Setelah menunggu beberapa saat, Buyung berhasil membidik seekor rusa jantan. Mereka pun langsung ke tempat bermalam dan menguliti rusa tersebut di situ. Tapi tiba-tiba, mereka semua mendengar auman seekor harimau. Dengan cepat mereka memasak rusa tersebut dan langsung pergi. Setelah perjalanan setengah hari dan tak lagi mendengar suara harimau, mereka beristirahat untuk makan dan setelah selesai semuanya mereka langsung saja melanjutkan perjalanan untuk mencari tempat bermalam. Lalu mereka membuat sebuah pondok dan api unggun. Ketika Pak Balam buang hajat, harimau menerkam dan membawanya masuk ke dalam hutan.
Setelah mereka sadar, dengan cepat Wak Katok menembak ke arah harimau dan harimau tersebut akhirnya lari dan meninggalkan Pak Balam. Tubuhnya penuh luka, goresan, dan darah. Setelah sadar Pak Balam lalu berkata bahwa ia telah memiliki firasat sebelumnya. Lalu ia menceritakan mimpi-mimpi buruknya ketika masih di kampung dan di rumah Wak Hitam. Lalu Pak Balam meminta mereka semua untuk bertobat dan mengakui semua dosa-dosa yang mereka perbuat. Tapi tak ada satu orangpun yang mau mengakui dosa-dosanya.
Setelah sembahyang, lalu mengobati luka Pak Balam dan membuat usungan mereka lantas pergi. Keranjang damar mereka tinggalkan. Selama perjalanan, panas Pak Balam tak juga reda, mereka ingin cepat-cepat sampai kampung agar Pak Balam dapat segera diobati. Talib berada di barisan paling belakang, ketika ia hendak membuang air seni harimau telah membawanya lari. Mereka mengikuti jejak harimau tersebut, dan ia di tempat terbuka di dalam hutan mereka menemukan Talib yang sudah berlumuran darah. Karena kaget akan serangan rombongan itu, harimau lantas pergi. Semua ikut membantu menyembuhkan Talib dengan kekuatan lima orang itu walaupun akhirnya ia sendiri meninggal. Semua ikut membantu kecuali Wak Katok karena ia adalah seorang pemimpin.
        Esok paginya Talib dikuburkan, Pak Haji dan sutan menjaga pondok serta Pak Balam. Sedangkan yang lain pergi memburu harimau. Sutan tak tahan mendengar igauan Pak Balam yang meminta untuk mengaku dosa. Ia pun pergi meninggalkan Pak Haji dan Pak Balam yang sedang sakit dan pergi menyusul kawan-kawan yang lainnya. Sedangkan di tempat lain, di dalam hutan Wak Katok dan Pasukannya terus mengikuti jejak harimau. Pada saat mereka merasa sudah dekat dengan sang harimau, mereka menyusun rencana sedemikian rupa. Mereka lantas bersembunyi di belakang pohon yang besar dan menunggu sang harimau tiba. Malam pun tiba, saat itu juga mereka mendengar jeritan manusia, dan ngauman harimau seecara bersamaan. Tapi mereka tak hendak untuk menolongnya, dan memutuskan kembali ke tempat mereka bermalam. Ketika sampai di tempat bermalam, Pak Haji menanyakan keberadaan Sutan. Mereka menggeleng, dan menceritakan apa yang terjadi pada dua tempat yang berbeda, mereka pun menyimpulkan bahwa yang menjadi korban harimau tersebut ialah Sutan. Pagi-pagi ketika mereka bangun, mereka terkejut karena Pak Balam akhirnya meninggalkan dunia. Setelah selesai mengubur Pak Balam, mereka semua memutuskan untuk pergi berburu.
        Wak Katok memutuskan mengambil jalan pintas, ternyata jalan pintas itu melewati hutan yang sangat lembab. Hutan ini pun seperti tak pernah disentuh makhluk hidup kecuali babi dan badak. Mereka ingin keluar dari rimba jahat tersebut, tetapi Wak Katok yang menjadi pemimpin rombongan tersebut hanya membuat mereka berputar-putar di jalan yang sama karena sebenarnya Wak Katok takut memburu harimau. Setelah itu, Wak Katok malah marah-marah sendiri, dan memaksa satu persatu orang untuk mengakui dosa-dosanya. Semuanya mau menurut kecuali Buyung. Wak Katok memaksa Buyung dengan cara meletakkan senapan di dadanya, dan saat itu pula suara auman harimau terdengar. Setelah harimau pergi, Wak Katok tak dapat diajak berbicara lagi yang akhirnya Wak Katok pun mengusir mereka.
        Buyung, Pak Haji, dan Sanip menyusun rencana untuk mengambil senapan. Senapan berhasil diambil setelah melalui perkelahian. Wak Katok akhirnya pingsan dan akhirnya Pak Haji meninggal karena luka yang disebabkan oleh Wak Katok. Setelah sihir yang dimiliki oleh Wak Katok, Buyung menyusun rencana yang sangat bagus hingga akhirnya dapat membunuh harimau tersebut. Ia membunuh dengan cara melepaskan bidikan tepat mengenai sasaran dan harimaupun mati. Ketika itu ia menggunakan Wak Katok sebagai umpan karena Wak Katok diikat di sebuah batang pohon yang besar. Kini mengertilah Buyung maksud kata-kata Pak Haji bahwa untuk keselamatan kita hendaklah dibunuh dahulu harimau yang ada di dalam diri kita. Untuk membina kemanusiaan perlu kecintaan sesama manusia. Seorang diri tidak dapat hidup sebagai manusia. Buyung menyadari bahwa ia harus mencintai sesama manusia dan ia akan sungguh-sungguh mencintai Zaitun. Buyung merasa lega bahwa ia terbebas dari hal-hal yang bersifat takhayul,mantera-mantera,jimat yang penuh kepalsuan dari Wak Katok.

1.      A.     UNSUR – UNSUR INTRINSIK
A. Tema
       Tema utama dari novel tersebut adalah novel ini mengisahkan masalah takhayul dan ilmu kebatinan yang berkembang pada masyarakat Indonesia . Namun, diatas semua itu, tetap ada Tuhan dengan segala kekuasaan-Nya.
B.  Penokohan
a)   Haji Rakhmad          : sombong, sabar, perhatian.
b)   Wak Katok                : keras kepala, pengecut, mementingkan diri  sendiri.
c)    Wak Hitam               : kejam dan keras kepala.
d)   Sutan                        : sopan dan baik.
e)   Talib                         : sopan dan baik.
f)     Sanif                         : sopan, baik, periang dan pemaaf.
g)   Buyung                     : pemberani, jujur, baik penurut dan pemaaf.
h)   Pak Balam                : baik dan jujur
i)     Siti Rubiyah              : baik,dan sabar,penurut.

C.  Latar/ Setting
a)   Tempat                     : hutan, ladang , sungai, kampung , rumah Wak Hitam.
b)   Waktu                       : pagi, siang, sore, malam dan tengah malam.
c)    Suasana                    : mencekam, menegangkan.

D.  Alur
                 Alur penceritaannya adalah alur maju, walaupun ada penceritaan masa lalu, tetap ceritanya adalah alur maju, karena hal tersebut mengenang peristiwa. Cerita diawali dari penceritaan tokoh – tokohnya. Tujuh orang desa mencari damar ke dalam sebuah hutan tropis lebat. Mereka mewakili karakter yang berbeda-beda. Misalnya ada Buyung, pemuda tekun, baik dan pandai berburu. Lalu ada Pak Haji, seorang sederhana yang dianggap soleh namun asosial. Adapula Wak Katok, orang yang dituakan dalam rombongan, guru silat dan diyakini memiliki ilmu gaib. Kebiasaan mereka mencari damar di hutan terusik dengan kehadiran seekor harimau kelaparan. Pak Balam menjadi anggota rombongan pertama yang diserang si raja hutan. Dalam kondisi sekarat, ia bercerita bahwa harimau itu adalah binatang jadi-jadian kiriman dari Wak Hitam – mantan gerilyawan yang hidup di hutan – untukmenghukum mereka karena dosa-dosa yang mereka lakukan. Kecuali mereka mengakui dosa-dosa tersebut dan bertobat. Cerita mulai klimaks. Kepercayaan akan hal-hal yang gaib mengantarkan mereka memasuki area konflik batin. Satu-persatu menjadi korban keganasan harimau. Satu-persatu mulai membuka aib dan dosa diri tak terkecuali membuka aib teman-temannya demi mempertahankan nyawa. Dalam situasi yang mendekatkan diri pada kematian, mereka baru sadar kesalahan dan dosa yang selama ini yang mereka perbuat. Akhirnya, daripada diburu, rombongan yang tersisa sepakat memburu harimau tersebut. Dan mereka berhasil membunuhnya setelah Wak Katok dipaksa menjadi umpan. Setelah mereka belajar bahwa sebelum mengalahkan harimau di luar sana, mereka harus mengalahkan harimau sekaligus musuh terbesar diri mereka sendiri.
E.  AMANAT
1)       Kita sebagai umat manusia janganlah pernah merasa kalau kita hidupsendiri  didunia ini karna kita tidak bisa hidup sendirian, kita pasti membutuhkan orang yang ada di sisi kita.
2)       Tuhan itu ada. Tapi jangan pernah kita memaksakan Tuhan kita pada orang lain, seperti juga jangan paksakan kemanusiaanmu pada orang lain.
3)      Kita umat manusia harus selalu bersedia mangampuni dan memaafkan kesalahan dan dosa-dosa orang lain.Dan juga kita harus selalu memaafkan dan mengampuni orang-orang yang berdosa terhadap diri kita sendiri, karna Tuhan mengampuni segala dosa jika yang berdosa dating padanya dengan kejujuran dan penyesalan yang sungguh.
4)       Janganlah menyombongkan diri kita maupun menghendaki kita adalah makhluk  paling sempurna karna kemanusiaan hanya dapat dibina dengan mencinta, dan bukan dengan membenci.
F.       Nilai – nilai yang terkandung dalam novel
1)      Nilai sosial
2)      Nilai moral
3)      Nilai politik
4)      Nilai agama
G.  Kaitan tema novel dengan kehidupan sehari-hari
Tema nvel ini masih sangat berkaitan dengan kegidupan sekarang. Dalam kehidupan saat ini masih terdapat orang yang melakukan kedzaliman, kemunafikan , dan keras kepala. Kita juga sebagai manusia harus saling tolong menolong karena manusia sama-sama saling membutuhkan. Oleh karena itu manusia tak dapat hidup sendiri. 




No comments:

Post a Comment

CERITA KISAH NYATA

“ TERUSLAH MELAKUKAN KEBAIKAN “ Ada seorang teman baikku menuturkan kisahnya. Dia bernama Rudi. Sore itu ia menemani ister...